Sabtu, 24 April 2010

Cerpen: Bercermin, Mukaku Bagaimana?





Saat musim hujan tiba, aku diperlihatkan oleh ayahku tentang gemercak air yang turun dari genting. Setiap rumah yang menggunakan atap genting rumah, lalu menetes pula ke halaman rumah. “Ini tandanya membuat rumah yang tidak lengkap,” ujar ayahku berkata perlahan. “Maksud tidak lengkap, apanya?” Tanyaku penasaran. Kemudian ayah menjelaskan detail tentang arti tidak lengkap yang ternyata adalah filosofi dari kehidupan manusia yang sesungguhnya.

Menurut pengetahuan ayahku yang diceriterakan panjang-lebar, bahwa manusia adalah mahluk sosial yang hidup bermasyarakat. Kalau manusia hidup di tengah masyarakat, kemudian tidak berinteraksi sosial, maka ibarat mereka hidup di tengah hutan rimba atau hidup di tengah lautan atau hidup di tengah padang pasir yang apabila berteriak sekeras-kerasnya, tidak akan ada yang mendengarkan. Kalau tidak percaya, coba saja kita pergi ke pantai atau tengah hutan, lalu berteriak “toloooooonnngggg!” Siapa yang mau datang. Ya, kalau tidak ada yang datang, berarti beruntung, tapi jika yang datang adalah harimau atau singa atau gajah, maka kita bukannya diberi pertolongan, malah bisa diterkam. Memang enak, diterkam binatang buas tersebut?

Apa kata ayahku tentang filosofi “bercermin” tersebut? Seandainya manusia sering-sering berdiri di muka cermin, lalu plototkan bola matanya atau monyongkan mulutnya atau buka mulutnya sebesar-besarnya, maka apa yang akan didapat? Boleh jadi kita geram, seandainya di depan kita, orang lain memelototi kita. Bisa saja kita marah, jika di hadapannya ada orang yang memonyongkan mulutnya. Bahkan kita sangat emosional, bila di depan kita ada orang yang membuka mulutnya besar sekali sanmbil mengatakan sesuatu yang tidak baik tentang kita. Begitu seterusnya yang terjadi pada diri manusia. Oleh karena itu, kata ayah, manusia harus menyadari kelemahan dirinya dan menyadari potensi kelebihan orang lain, sehingga tidak sembarangan berbuat sesuatu yang dapat merugikan orang lain.

Mengapa cermin dijadikan contoh tentang filosofi kehidupan manusia? Mengingat cermin adalah benda mati, terserah apa mau kita, dijatuhkan pecah. Digantung menjadi hiasan baik, dipakai untuk bercermin juga dapat menjadikan kita melihat wajah, tanpa minta bantuan orang lain. Melihat cermin sepuas-puasnya, cermin tidak marah. Memelototi cermin, juga cermin tidak bakal mengusir kita. Pokoknya apa saja yang kita mau, cermin dapat membantunya..

Menyadari kelemahan dirinya, bararti manusia membutuhkan pertolongan orang lain. Bagaimana mendapatkan pertolongan, wong dia juga tidk punya kawan, tidak kenal tetangga, egois sama teman, tidak peduli sama orang lain... tentu saja ... siapa yang mau menolong orang tersebut? Bila dicubit sakit, maka janga mencubit. Jika dimarahi tidak senang, maka jangan memarahi orang lain. Bilamana disiram air, marah, maka jangan menyiram air kepada orang lain. “Pokoknya,” kata ayahku, disebutkan tadi manusia sebagai mahluk sosial, berarti manusia membutuhkan orang lain, meskipun kita memiliki semua kelengakapan hidup, misalnya: banyak mobil, banyak uang, punya pengawal, punya dokter pribadi, punya kapal pesiar, punya pesawat terbang, punya arena bermain dan rekreasi seperti Ancol, water boom atau lainnya. Tetap saja membutuhkan orang lain. Apalagi kalau ada orang yang tidak punya apa-apa, lalu sombong, tidak peduli sama orang lain, bagaimana jadinya?

Kelebihan atau potensi orang lain juga harus diakui, karena kita dapat meminta pertolongan dan belajar darinya, bagaimana mendapatkan potensi kelebihan tersebut. Tentu saja orang yang kita baiki, maka dia pun akan berbuat baik kepada kita. Akan tetapi jangan berharap, apabila kita berbuat baik pada seseorang, maka dia pun harus berbuat baik kepada kita. “Bukan begitu,” pinta ayahku. Maksudnya adalah, jika kita berbuat baik kepada seseoang, maka harus berharap kepada Tuhan secara “li lahi ta’ala,” sehingga tidak berharap kepada orang tersebut. Boleh jadi Tuhan pun akan menunjukkan kepada hamna-Nya yang lain untuk menolong kita jika suatu saat kita mengalami kesulitan. Jadi berbuat baik adalah sangat penting, tanpa mengharapkan imbalan dari orang yang kita tolong. Ibarat cermin, nanti pertolongan akan memantulkan kepada kita, bila kita mengalami kesulitan. “Cermin-cermin, ya sangat penting dan dapat membatu manusia menjadi perkasa dan elok.” Kita butuh cermin, seperti kita butuh orang lain. Cermin dicari, berbuat baik juga harus dicari, bukan menunggu! Sekian, semoga bermanfaat. Titip kerja sama dengan website (klik saja di sini)


0 komentar:

Posting Komentar

banner

kesehatan

Create your own banner at mybannermaker.com!

Anda berminat buat Buku Tamu seperti ini?
Klik di sini